Senin, 23 Februari 2015

Bangun harapan, bangun luka

Yang kau tuju sungguh indah
Yang kau tuju begitu cantik
Kau dapat..
Kau mendapatkannya

Sekejap kau berubah
Rasanya baru kemarin kau ada disampingku
Membangun harapan harapan nyata
Kini semu..
Bukankah dulu aku yang kau tuju?

Kau pergi tanpa pamit
Bertingkah seolah harapan tak pernah kau buat untukku
Ada apa?
Apa yang terjadi?
Siapa dia?
Siapa yang menghancurkan tembok harapan?
Tolong, ini hampir selesai.
Mengapa dihancurkan?
Kau mau kemana?

Tembok kita hancur
Jangan pergi kasih..
Bantu aku membangun kembali tembok harapan
Bangun kembali tembok ini bersama
Aku tak bisa membangun sendirian

Tembok kita hancur
Jangan pergi kasih..
kau bangun harapan nyata bersamanya
Membangun luka untukku
Pecah, remuk, hancur, tak utuh
Bagaikan gelas yang jatuh dari atas meja
Gelap, dalam, lebam, nanar
Ku terjatuh dalam lubang luka
Kasih, ini menyakitkan

Aku ini apa?
Persinggahan?
Singgahlah kasih..
Aku untukmu..
Tapi jangan kau bangun harapan semu

Jika nanti kau kecewa
Kemarilah...
Persinggahan terbaik
Menunggumu..

Senin, 16 Februari 2015

Tak harus hadir

Ini seharusnya tak ada
Ini seharusnya tak hadir
Ini seharusnya hilang
Ini seharusnya musnah

Ada sang putri disana
Dia baik untuk nya
Ada sang putri disana
Dia pemilik baru nya

Cemburu tak harus hadir
Lepaskan demi sang putri

Demi sang putri yang tak memikirkan perasaan mu
Demi sang putri yang berhasil memilikinya
Demi sang putri kawan mu
Demi sang putri sahabat mu

Dia menyukai sahabatku
Tak ada yang tak suka sang putri
Semua mengaguminya
Hey! Sadarlah! Kamu tak berarti apa-apa dibandingkan dengan sang putri

Cemburu harusnya hilang
Kamu harusnya sadar
Tak pantas

Sabtu, 14 Februari 2015

Tanpa "persinggahan"

Seperti nyata, padahal semu
Seperti benar, padahal salah
Sudah percaya, tapi di bodohi
Sudah menetap, tapi di tinggal pergi

Mengambil hati, dibawa, dilindungi, disayangi, dicintai, lalu dijatuhkan. Dibiarkan, tak bertanggung jawab, tak lucu.

Tersadar hanya sebuah bangku persinggahan.
Mendengar, melihat, menemani, menyayangi yang singgah.

Saat sepi, datang.
Saat senang, pergi.
Bangku persinggahan, ditemani lalu ditinggal.
Bangku persinggahan, disanjung tapi sesaat.
Bangku persinggahan, hanya ingin menjadi bangku, tanpa "persinggahan"

Senin, 09 Februari 2015

Jilbab dan celana sobek di lutut (ending)

"Tapi isna bener sekolah bu, tadi praktek komputer dulu"kata ku sambil menyimpan sepatu di rak, ibu tak menjawab, lalu aku menghampiri ibu dan mencium tangan ibu. "alasan" kata kakaku dengan wajah yang tak melihat ku sama sekali. Ibu, kaka laki-laki ku dan adiku memang sedang berada di ruang keluarga, mereka sedang santai sambil menonton televisi. "Ya udah kalau gak percaya, terserah!" Kataku kesal, semenjak kejadian 4 minggu yang lalu keluarga ku tak ada yang percaya bahwa aku pulang terlambat bukan karna main. Ibu memberitahu ayah dan kaka laki-laki ku tentang aku bermain dengan rida dan pulang telat, satu persatu dari mereka memarahi ku. Aku bingung pada mereka mengapa mereka khawatir sekali. Aku juga sudah besar, bisa jaga diri. Aku tau batasan mana yang baik dan mana yang buruk.

Aku menutup pintu kamarku dengan keras "gubrakkkk", ah aku tak peduli mereka akan marah atau tidak yang jelas aku sangat kesal, ya allah maafkan aku, aku tak bermaksud seperti itu pada ibu atau kaka ku, aku hanya ingin tunjukkan kepada mereka bahwa aku benar-benar sekolah, tidak main. tidak! aku tidak boleh seperti itu, terserah jangan pedulikan mereka percaya atau tidak percaya. Yang penting kamu memang tak berbohong isna. Semangatt isnaaaa!!!.

Yang aku bisa sekarang hanya menyemangati diriku sendiri. Keluarga ku tak percaya padaku dan satu lagi rida, Rida Angga Putra. Si pemilik vespa putih, yang celananya sobek di lutut, yang memiliki mata indah, yang aku suka, yang aku sayang, dia hilang, dia menjauh dariku, tak ada kabar, berubah, tak pernah berkomunikasi, tak pernah menyapaku, tak pernah bertemu lagi. Sekejap kita seperti dulu, tak saling kenal. Apa alasannya? Aku juga tidak tau alasan dia menjauh. Aku pernah menyapa dia duluan, "Rida berubah" kataku di sms , "berubah apanya" dengan enaknya dia menjawab seperti itu, menjawab seperti tanpa beban, seperti tak ada apa-apa, "engga:D" jawabku, "ehh ga bener" jawab nya polos. Hati ini bagaikan gelas yang terjatuh dari atas meja. Pecah, remuk, tak utuh, sakit. Dari sana aku berpikir, aku harus melupakan rida si pria tampan yang celananya sobek di lutut. Mungkin memang tidak mudah, tapi bagaimana lagi, 4 minggu aku sudah mencoba memperbaiki, sudah sering minta maaf karna perlakuan ibu pada rida, dia memang memaafkan ku, tapi dia tak seperti dulu, intinya rida tak ingin berjuang lagi untukku. Lagi pula untuk apa mungkin berjuang untukku, di luar sana banyak yang lebih pantas rida perjuangkan di bandingkan dengan ku. Haha tak peduli dia mau menjauhiku atau berbeda kepadaku. Tak peduli pula apapun alasan dia menjauh dariku, aku tak akan menjauhinya. Aku hanya akan menghentikan perasaanku saja. Kita bisa berteman, kita pasti bisa berteman. :)


Perasaan harus hilang. Bagaimana pun caranya aku akan membuat perasaan itu hilang. Jangan khawatir aku tidak akan terlalu mengganggumu. Kita berteman oke?:)

Kamis, 05 Februari 2015

Jilbab dan celana sobek dilutut III

Dia terlihat bahagia sekali bersama mereka, berbincang dengan asyiknya. Penampilan mereka sangat berbeda jauh dengan ku, aku melihat ke bawah, memperhatikan penampilan ku seperti apa, hanya memakai sepatu kets, celana katun longgar warna cream dengan atasan kemeja rompi hitam berpolet bunga, dan jilbab polos berwarna cream menutupi sampai ke dada. Lalu aku tersenyum sendiri, haha apa aku bodoh? Mana mau mereka berteman dengan ku, yang berpenampilan seperti ini. Bodoh nya aku kenapa aku mau diajak kesini, ketempat yang tak seharusnya aku ada disini. Ini seperti menjatuhkan diri sendiri. Mereka memperhatikanku lalu tertawa, memperhatikan lalu tertawa lagi, bukan hanya satu atau dua orang yang seperti itu, mungkin puluhan orang juga ada, aku hanya bisa menunduk sambil melihat handphone ku mencoba tak mendengarkan cibiran dari mereka.
Dia masih asyik berbincang dengan teman-teman nya, seperti lupa, lupa kalau dia membawa seseorang. Hanya dibawa lalu asyik dengan yang lain. "Hey aku ada disini, kenapa aku tidak dikenalkan kepada teman-temanmu" batinku geram, ah aku pergi saja, dari pada disini, kataku.
"Rida itu baturan lain ajak kadieu ai maneh" terdengar suara perempuan, lalu aku menengok ke arah mereka, ku lihat dia menepuk kepala dengan telapak tangan nya seperti lupa akan sesuatu. Dia lalu menitipkan skateboard kepada perempuan tadi, lalu dia lari ke arahku. Aku segera berbalik ke depan, lalu aku kembali berjalan dengan cepat. "Isna!!" Teriak nya, aku terus berjalan dengan cepat, yang aku harap saat ini dia tak bisa mengejarku, aku malu.
Tapi sebuah tangan memegang tangan ku, menahan untuk pergi. "Isna mau kemana?" Kata nya dengan nafas yang tidak teratur.
"Aku malu" kataku dengan badan yg masih membelakanginya. Dia lalu membalikkan badanku, sekarang aku berada tepat didepannya, mata nya yang sayu menyejukan ku, kesal ku hilang hanya dengan matanya. Jantung ku berdetak sangat sangat cepat, ingin aku berlari menjauh darinya, tapi aku tak bisa bergerak, aku mematung karena matanya, mata dia sangat indah. Astagfirullah zina mata!!! Segera aku alihkan pandangan ku ke bibirnya, yang penting kan tidak zina mata hahaha pikirku.
"Maaf ya tadi rida keenakkan ngobrol sama temen, tadi kita lagi bahas lomba buat minggu" jelas nya padaku, "iya gak apa apa, santai rid" kataku, "yaudah, yuk gabung aku belum kenalin kamu ke mereka" kata nya sambil tersenyum.
" hey dari tadi kemana aja baru ngomong sekarang, dodol rida" batinku kesal

"kenalin, isna husna lathifah" kata dia dengan bangga memperkenalkan ku kepada teman-temannya
"Weissss" kata mereka sambil tersenyum senyum
"Haii" sapaku pada mereka, "assalamualaikum bu haji, cantik banget sih" salah satu teman rida menyapa ku seperti itu, "maneh.." kata rida dengan sedikit mengretak temannya, lalu rida tersenyum saja ke arahku seperti menyembunyikan sesuatu. Dia ini kenapa? Pikirku. "Halah cemburu siah!, isna kenalan dulu atuh" goda teman rida padaku.
"Engga gausah kenalan sama mereka, ga bener mereka mah" katanya. "Gak apa apa kali, nambah temen" kataku, aku langsung menghampiri mereka satu-persatu, bersalaman dan saling memperkenalkan diri. Ada 3 perempuan dan 5 laki-laki termasuk dengan rida. aku memang agak minder saat berkumpul bersama mereka, tapi mereka ternyata normal normal saja, baik, bisa menyesuaikan diri, asyik, dan membuat nyaman.

Arloji ku sudah menunjukan pukul 17.12, aku gelisah, aku terlalu asyik bersama mereka, bagaimana ini pulang terlalu sore nanti dimarahi ibu, aku malu untuk berbicara ke rida, tapi nanti aku dimarahi ibu, ah sudah aku harus berani "rid, kapan pulang?" kataku sambil sedikit senyum, mata dia membulat, mungkin dia lupa bahwa aku ini berbeda sedikit dengan mereka. "Astagfirullah iya, ayo cepet" dia pun mengambil kunci disakunya dan memasang kemotor vespa putih nya, aku pun menaiki motor itu, posisi duduk ku agak mundur kebelakang, menjaga jarak dengannya. "Pulang duluan yah" kata ku kepada mereka, "iya sok waalaikumsallam" canda mereka, "eh assalamualaikum" kata ku lagi, aku lupa mengucapkan itu pada mereka.
Dia menancap gas, laju motor ini tiba tiba cepat, aku yang duduk agak mundur, merasa hampir jatuh. "Pelan-pelan" kataku, "gak bisa, nanti kamu dimarahi ibu" katanya "gak apa apa ga akan dimarahi kok" aku berbohong. "Nanti aku mampir dulu kerumah minta maaf sama ibu" tegas dia. "Gak, gak usah rid, ibu gak akan marah ko". Dia tak menjawab, dia malah menancap gas kembali, spontan aku memegang jaket nya. "Pegangan, nanti jatuh" katanya sambil sedikit menengok ke arah ku, "em" dengan ragu aku memegang erat jaket nya saja.
Kurang lebih sekitar 30 mnt kami pun sampai. "Udah ga usah minta maaf ke ibu, kamu gasalah" kataku sambil tersenyum kepadanya, "aku kerumah ya, makasih buat hari ini" kataku lagi padanya, dia hanya diam, memandangi ku sambil tersenyum, ku buka pagar rumah ku dan aku pun berjalan masuk ke rumah, ku ketuk pintu rumah ku.
"Assalamualaikum, buuu isna pulaang"
Pintu rumah pun terbuka
"BAGUS YA, JAM SEGINI BARU PULANG!" Aku terhontak kaget, ibu ku berteriak seperti itu.
"Maaf tante isna jadi pulang telat, dari jam 4 isna sudah minta pulang, tapi saya terlalu asyik bermain skateboard, maaf tante maaf" terdengar suara laki-laki yang ku kenal, lalu aku menengok ke sisi kananku "rida!!" Kata ku, rida hanya menengok saja, raut wajahnya khawatir. "Engga bu dia bohong, isna emang terlalu asyik tadi mainnya" kataku meyakinkan ibu, "engga tante saya yang salah lupa waktu" kata rida, "ibu gak mau denger, sekarang isna sini! Masuk!!, dan rida, cepat pulang, ibu rida pasti khawatir" tegas ibuku. "Tapi tan...."
Gubrakk pintu rumah ditutup ibu, belum selesai aku mendengar apa yang akan dia bicarakan pada ibu. Pintu sudah mengahalangi. "MASUK KAMAR!"ibu berteriak lagi padaku
"Ibu seharusnya ga gitu sama rida, rida baik ibuuu"kataku
"Rida gak baik buat kamu, jangan main sama rida lagi" lalu ibu meninggalkan ku. Pipiku basah, aku menangis. Pikir saja, aku tidak boleh main lagi dengan rida, entah apa ini, tapi saat mendengar ibu berbicara seperti itu, terasa sesak di dada. Setau ku aku tidak mempunyai penyakit asma, rasa ini berbeda. Ini menyakitkan.

Rida maafin ibu aku, maafin aku yah rida, ah ibu kenapa tidak boleh lagi bermain dengan rida, tadi aku sangat senang saat bersama dia dan teman baru ku bu, ibuuu dia baik ibuuu. Kami sudah dekat selama 5 bulan ibuu, harusnya ibu mengerti, harusnya ibu mengerti. Air mataku pun terjatuh lagi.

Rabu, 04 Februari 2015

Pemegang baru.

Aku terlalu egois, dia telah mengatakan ingin lepas. Tapi aku malah terus menggenggam nya. Mungkin dia benci padaku, mungkin dia muak padaku, karna tak mau melepaskan. Padahal dia melihat pemegang yang lebih indah, lebih cantik, lebih menawan.
Suatu ketika, aku memandang nya tapi dia tak pernah memandang ku kembali. Dia sangat serius pada satu arah. Ku lihat ke arah itu, tak ada siapa-siapa hanya ada pohon rindang yg sejuk dan di temani sekumpulan bunga tulip yang indah. Ada siapa disana pikirku, saat ku lihat kembali, hey disana ada seseorang, wah dia sangat cantik. Aku saja terpesona. Tapi dia tak menggenggam apapun. Dia sendirian. Ku lihat kembali kepada benda yang ku genggam, dia masih serius melihat ke arah itu. Sekilas ku berpikir, dan aku pun mengerti. Perlahan ku lepaskan genggamanku. Warnanya yang kelabu berubah menjadi merah jambu. Oh lihat dia terbang sangat bebas. Bebas menuju arah yang dia tuju. Apa yang aku lakukan? Satu saja yang harus aku lakukan. Melupakan.

Selamat jalan, hati-hati, takutnya pecah disana. Aku harap tidak:)